Redbus Edition 2: Sleep and Sleep, bersama Riyan dan Patas Haryanto 04

Cerita sebelumnya disini yaa.

Tak lama kemudian sesosok Efi angkatan pukul 20.00 dari Jogja berhenti di depan terminal. Wehh, mantep nih ternyata buanter juga. Padahal tadi sewaktu berhenti hingga mau berangkat dari rest area Kebumen tidak ada bis lain dari arah timur, namun tau-tau udah sampe sini aja.

Sekilas tentang terminal ini menurutku cukup bersih dan aman, tidak terlalu besar memang.

Kutuju deretan kursi di depan agen-agen bis didalam terminal yang sepi untuk sekedar melemaskan punggung. Kulihat agen Riyan masih sepi, tiada penghuni disana.

Agen Riyan

Menunggu seorang diri, ditemani kucing kecil dan nyamuk yang bertebaran hingga pukul 12 lebih datang juga bapak agen bersama Honda Karisma nya. Kuutarakan maksudku kalo aku sudah pesan bis keberangkatan kedua lewat Redbus, namun ingin pindah bis keberangkatan pertama. “Nanti sama mandor dan kondekturnya saja ya mas”, begitu jawabnya, nampaknya dia mungkin belum terlalu paham dengan sistem tiket online. Akhirnya sang mandor datang bersamaan dengan armada Riyan angkatan jam 00.50. Segera kutuju mandor dan kondekturnya, kusampaikan maksudku. Dengan ramah kondektur menjawab “Bisa mas, mari jenengan seat berapa?”, sambil menulis di tiket. Mantap nihh…

Tiket

Kumasuki Hino RK8 Jetbus lawas non airsus ini, kesan pertama memang seharusnya bis ini sudah waktunya diremajakan. Penutup bagasi atas sudah tidak bisa rapat. Namun nilai plusnya adalah seat Alldila tebal yang digunakan, sangat nyaman.

Singgasanaku
R 1717 BT (pic by FB Didik Pakne Nismara)

Tepat pukul 00.50, moda beregistrasi R 1717 BT ini memulai perjalanannya menuju Jogja-Solo. Kondektur mulai membagikan sebotol air mineral dan sebungkus snack bermerk Nabati (lumayan, daripada tetangga sebelah hanya air saja). Diiringi suara syahdu kriyet-kriyet dan gemlodak bis langsung dipacu di kecepatan tinggi sambil sesekali berhenti di titik tertentu menghampiri penumpang yang sudah booking kepada crew sebelumnya.

Akhirnya kombinasi seat tebal dan lampu kabin yang redup mengantarku kedalam mimpi. Zzzz…

Terbangun sejenak ketika bis melintasi Sumpiuh, tidak lewat kota dan kemudian kembali suasana menjadi gelap alias kembali tertidur.

Goncangan ketika melewati rel dekat stasiun Karanganyar membuat mataku sejenak terbuka kembali, bis mendahului sebuah parwis Sinar Mas serta sebuah Sinar Jaya SR2 dan saat sampai di Petanahan tiba-tiba dibelokkan ke kanan. Nahh asyik nih akhirnya keinginan lewat jalur pansela terpenuhi juga meskipun gelap gini. Di jalur pansela dipacu dengan kecepatan standar saja, karena dini hari itu disana banyak anak-anak alay melakukan balapan liar.

Sekitar jam 3 an lebih sampailah di ujung lintasan pansela ini, tepat di samping plang bandara baru Yogyakarta International Airport (YIA). Tiba-tiba dari arah Purworejo melintas cepat 3 sosok bis dengan kecepatan tinggi. Driverku coba mengejarnya, namun bagaikan lagu Five Minutes “Semakin Kukejar Semakin Kau Jauh” yang ada malah Riyan ini semakin tertinggal. Hanya kilau lampu di kap mesin yang samar-samar terlihat ketika mereka sedang ngeblong saling membukakan jalan. Hingga akhirnya disebuah traffic light ketiganya teridentifikasi, yakni Budiman Bandung-Pacitan, Bandung-Wonogiri dan Bandung-Solo. Lepas traffic light, Riyan ku tertinggal lagi dari ketiganya dan akupun terpejam kembali.

“Yang mau ke toilet, oper kota silahkan….”, terdengar kondektur bersiaran. Beberapa penumpang terlihat turun. Aku yang masih setengah tersadar berusaha mengidentifikasi lokasinya, rupanya bis beristirahat sejenak di sebuah SPBU sambil mengoper penumpangnya yang bertujuan ke tengah kota Jogja. Kulirik jam menunjukkan pukul 3.50 pagi. Akhirnya kunikmati saja suasana kriyet-kriyet dan glodakan ini hingga aku tiba di terminal Giwangan pukul 4.25. Jos nih, cepet banget.

Usai subuhan di masjid terminal, kulangkahkan kaki menuju shelter bis patas tujuan Semarang. Masih sepi, terlihat sebuah Nusantara black pearl dengan chasis Mercy 1525 masih tertidur. Sempat melihat 3 buah Haryanto di parkiran belakang tadi. Untuk perjalanan kembali ke Semarang kali ini sudah tidak menggunakan kode sakti dari Redbus lagi, melainkan biaya sendiri.

Sesosok Haryanto dengan kode 04 merapat masuk parkiran, segera kutebus tiket menuju Semarang di lapak agennya yang sudah buka. Dapat seat deret kedua, tak apalah karena niatnya memang mau tidur kalo bisa hehehe…

Pukul 5 kurang sedikit Jetbus livery classic ini angkat jangkar dengan membawa 2 penumpang saja, sepertinya Patas angkatan pertama dari Jogja. Dan seperti biasa bis dipacu dengan kecepatan tinggi menuju terminal Jombor. Sekilas kudengar obrolan driver dan crew nya kalo bis ini gas nya sudah mentok di kecepatan 100 km/h. Pantas saja mengejar Handoyo SR1 didepan terasa berat. Kulirik dari spion kabin ternyata drivernya Mas Harno yang dulunya di Haryanto divisi bis malam.

20 menit kemudian sampailah di terminal Jombor, tidak perlu menunggu lama bis langsung fullseat. Joss memang penumpang pagi ini, maka tidak perlu ngetem hingga disundul bis belakangnya HR 04 ini langsung tancap gas lagi.

Kabin yang sejuk, suspensi mentul-mentul plus lagu-lagu slow Indonesia memang kombinasi apik untuk memejamkan mata, jadilah aku tertidur di seat merk Hai ini sambil berdoa semoga nanti leherku tidak sakit.

Seat Hai lawas

Kulirik jam menunjukkan pukul 6.20 ketika aku terbangun, dan bis bernopol K 1675 AB ini menaikkan penumpang di agen terminal Magelang. Beberapa penumpang terpaksa duduk lesehan karena tidak kebagian seat, mantap dah okupansinya di Minggu pagi ini.

Lepas terminal Magelang dipacu dengan kecepatan standar saja, dan kembali keadaan itu mendukung untuk merem. Hihihihi…

Bangun lagi saat bis tiba di Ambarawa, kali ini tidak melewati jalan lingkar karena ada penumpang yang turun di pasar Ambarawa.

Kurasakan badanku sudah segar kembali, dari Ambarawa kunikmati sisa perjalanan yang tinggal sebentar lagi.

Melewati depan dusun wisata Sumilir jalanan lancar dan terpantau masih sepi, padahal ini hari Minggu dan siang dikit biasanya macet.

Pukul 8.00 Mercy 1626 ini menurunkanku di depan swalayan ADA Banyumanik, dan kuambil motor di penitipan kemudian menuju rumah dengan melewati jalur tembus Srondol-Unnes yang adem namun curam hehehe…

Dan lagi-lagi seat Hai lawas berhasil membuat leherku pegal kembali.

Selesai

Tinggalkan komentar