Backpacker ke Bromo, Sebuah Rencana Lama yang Tertunda.

DSC_4413

Entahlah, aku tak tahu. Dari tahun 2011 tiap merencanakan trip ke Bromo pastilah selalu tertunda. Dari keterbatasan dana hingga ketiadaan personel selalu menjadi alasan klasik. Begitu pula di bulan keenam tahun 2013 kemarin, lagi-lagi alasan tersebut terulang kembali. Namun sebulan kemudian, entah wangsit darimana tiba-tiba aku mempunyai tekad bahwa akhir September ini aku harus kesana dengan budget yang pas-pasan alias menjadi backpacker. Ya, itu harus dan tak bisa ditawar lagi.

Dirasa cukup mencari referensi, segeralah kumulai mencari para partner yang mau diajak share cost. Awalnya Rama, rekan semasa masih berseragam putih abu-abu menyatakan ikut dalam trip ini. Menyusul kemudian Irwan, teman satu komunitas penggemar bus juga menyatakan keikutsertaannya. Sipp… 3 orang sudah siap. Tak lama kemudian, dari Facebook bertemulah aku dengan Mbak Ana, sang ketua kelas asli Jawa Timur beserta pasukan yang juga akan kesana. Selanjutnya dari postinganku di forum backpacker berhasil mengajak peserta lagi, Tantri dan rekannya, Dessy serta Miranti yang semuanya berangkat dari Jakarta.

Jumat, 27 September 2013

Pukul 6 sore lebih, kutinggalkan kantor di kawasan Simpang Lima Semarang. Aku teringat bahwasanya perlengkapan yang akan kubawa ke Bromo belum 100% siap. Kupacu kuda besi ini menembus padatnya jalanan kota Semarang. Tak lama kemudian, mendaratlah aku di kamar sewaan yang selama ini menjadi tempat peristirahatanku.

Perlengkapan sudah masuk ransel, jam 20.00 ku berangkat menjemput Irwan untuk kemudian menuju Terminal Terboyo. Tak ada satu jam kami telah berada di depan RSI Sultan Agung guna menitipkan motor. Di depan pintu masuk RSI kami menunggu Rama yang masih dalam perjalanan dari Pekalongan dengan Nusantara Patas, kabarnya baru masuk tol. Lima belas menit kemudian terlihat sosok bus pink bercorak bubble gum mendekat dan menurunkan penumpang yanga ternyata adalah Rama. Kami bertiga menuju kedalam Terminal Terboyo. Di pintu keluar terparkir sesosok silver hijau ber tag name “SABLAH” kearah Surabaya. Bus yang sering kutumpangi jika dari Pati. Namun kami merencanakan perjalanan ini lewat Solo, dan kebetulan di belakang Sablah terlihat sesosok silver biru bernomor polisi W 7804 UY. Kami pun naik kedalam bus Sugeng Rahayu tersebut.

Pukul 21.30 bus bergambar bintang ini memulai pelayarannya. Penumpang hanya terisi setengah saja. Sopir yang masih muda pun menjalankan kendaraan ini dengan lumayan agresif di jalan tol. Kata Irwan mirip Adam Levine. Hahahaha. Memang tarif bus ini sangatlah murah, Semarang Surabaya hanya 46 ribu rupiah saja. Ekonomi rasa Patas.

Memasuki Sragen, laju bus semakin menggila. Mirip adegan dalam race. Bahkan dari jalur Ngawi hingga menjelang Nganjuk, bus ini terlibat duel dengan bus Patas Eka. Akhirnya duel bus beda kelas ini berakhir menjelang terminal Nganjuk.

Aku terbangun ketika bus memasuki garasi di daerah Krian, Sidoarjo. Masih gelap, sekitaran jam 5 pagi. Kira-kira setengah jam kemudian kami pun menginjakkan kaki di terminal Purabaya. Jam setengah 9 kamipun bertemu Tantri dan Dessy untuk pertama kalinya di information center  terminal, menyusul kemudian datanglah Miranti pukul 10 kurang.

“Do you know bus to Probolinggo?”, tiba-tiba datang sepasang bule bertanya kepada kami. “Yes, I know Sir, come with me”, jawabku. “You will go to Probolinggo also?”, tanyanya lagi. “Yes sir”, jawabku kemudian. Kami pun berjalan menuju parkiran bus Patas kearah Probolinggo, tersedia bus Ladju disana yang sudah siap berangkat.”You know, how much we must pay it? Where we must buy ticket for it?”, bule itu bertanya lagi. “Each person maybe must pay about twenty seven thousand rupiahs Sir, and you can pay the ticket on the bus”, kataku. Syukurlah ternyata tarif itu benar. Hehehe.

Bus berchasis Hino RKT ini melaju dengan santai menuju Probolinggo, tak sesuai namanya, Ladju. Pukul 12 kami sampai di terminal Bayuangga, Probolinggo. Disini rombongan Mbak Ana sudah menunggu rupanya. Jam 1, menyusul seorang lagi yang bergabung, Pak Dadi dari Jogja.

Di dalam Bison

Di dalam Bison

Setelah siap semuanya, kami bersebelas menaiki sebuah minibus Mitsubishi Colt 100 ps (orang-orang menyebutnya Bison). Dengan membayar 35 ribu saja kami akan diantar sampai Cemoro Lawang. Irwan menyebutnya mini Scania karena jalannya yang ngebut dan dengan entengnya melalui jalan menanjak. Perjalanan cuma butuh satu setengah jam untuk sampai di Cemoro Lawang. Kami berhenti pas di depan penginapan, atau lebih cocoknya disebut homestay yang belokasi tepat di pertigaan Cemoro Lawang, persis di depan pura Ngadisari. Per orang kami kena 77 ribu rupiah saja di homestay milik Pak Subur ini. Menjelang sore, kami berjalan-jalan di sekitar lokasi, biasalah melampiaskan hobi di depan kamera hehehehe. Foto-foto dengan background lautan pasir dan Gunung Batok pun berhasil kami dapatkan sore itu.

DSC_4369

Bison cap Mitsubishi

Bison cap Mitsubishi

Depan Homestay

Depan Homestay

1379743_692545764091045_284780481_n

1233552_692543027424652_1261930821_n

Malam pun tiba, kami semakin akrab di dalam homestay. Candaan terus mengalir, memberikan kehangatan di malam yang dingin itu. Seperti sudah saling mengenal sejak lama. Suasana ini mengingatkanku pada saat mendaki di gunung, namun ini dalam suasana berbeda.

Makan malam ala pendaki

Makan malam ala pendaki

Sabtu, 28 September 2013

Pukul 3 lebih sedikit alarm gadgetku menggema. Dengan setengah malas aku beranjak meninggalkan tempat tidur. Ternyata teman-teman beberapa sudah ada yang bangun. Sementara didepan homestay telah terparkir satu buah jeep yang kami booking sebelumnya. Tak lama kemudian menyusul dua buah jeep terparkir didepan homestay. Nampak jalanan dari semalam masih belum terlihat sepi alias masih ramai. Akhirnya kami semua berangkat pukul 3.30. Aku dan rombonganku dari Bungurasih berada dalam satu jeep. Namun ternyata jeep kami mengalami trouble, koplingnya masuk angin kata sopirnya. Berkali-kali Land Cruiser biru ini harus terhenti. Namun akhirnya kami sampai juga di lautan pasir. Dari kejauhan iring-iringan berbagai kendaraan terlihat seperti semut yang berbaris. Dengan lihai sopir kami melibas lautan pasir ini hingga akhirnya mobil harus berhenti lagi menjelang habisnya lautan pasir. Setelah terhenti beberapa saat akhirnya N 1219 NH ini berjalan kembali menaiki tanjakan curam. Kami diturunkan di suatu tempat, kemudian kami naik keatas bukit yang ternyata itu Pananjakan 2. Namun kami turun kembali karena view disini kurang mantap.

Pananjakan 2

Pananjakan 2

DSCN4458

Hmm… Tampaknya sopir tidak berani mengambil resiko, karena arah ke Pananjakan 1 terlihat macet. Kami berlari menuju kearah Pananjakan 1, dan akhirnya menyerah di sebuah tikungan. Kami mencoba menawar ojek lewat untuk mencapai Pananjakan , yang katanya berjarak 2,5 km dari sini. Tiga puluh ribu per orang, itulah kesepakatan kami. Berboncengan tiga dengan Miranti, Honda GL Max ini dipacu menembus padatnya jalan menuju Pananjakan 1. Sempat ditawari melihat sunrise di Bukit King Kong, tapi kami tolak karena teman-teman rombongan jeep 1 dan 2 sudah berada di Pananjakan 1. Hingga akhirnya pukul 4.30 sampailah kami di bawah Pananjakan 1. Langit sudah terlihat terang, sementara di sana kerumunan orang sudah menyemut. Kami terus berlari menyibak kerumunan orang-orang tersebut. Dan akhirnya….. kudapatkan juga view seperti ini. Terlihat juga Semeru di kejauhan yang membuatku semakin ingin kesana.

DSC_4400

dari sisi lain

dari sisi lain

 

sisi lain lagi

sisi lain lagi

Tak lama berselang, menyusul tiba Rama dan Irwan, dan akhirnya kamipun bertemu dengan rombongan jeep 1 dan 2. Ritual narsis pun kami lakukan kembali.

Ninis, Aku, Daniel Tan, Dessy, Tantri, Irwan, Miranti, Rama

Ninis, Aku, Daniel Tan, Dessy, Tantri, Irwan, Miranti, Rama

Daniel Tan, Aku n Tantri

Bareng Mbah Bule

Bareng Mbah Bule

Pukul 6 kami memutuskan turun untuk menuju destinasi berikutnya, yaitu Kawah Bromo. Disini kami rombongan jeep 3 memutuskan untuk menumpang sementara di jeep 1 dan 2 sampai Pananjakan 2.

DSC_4424

Mahameru mengepulkan asap

Mahameru mengepulkan asap

Sejam kemudian sampailah di parkiran Kawah Bromo. Hanya rombonganku dan Zemy yang menuju kawah, sementara yang lain menunggu di Pura.

Pura di Bromo

Pura di Bromo

Kami berenam akhirnya memutuskan menuju kawah tidak melalui tangga, melainkan melewati trek menanjak yang berpasir. Namun ternyata Irwan dengan mesin Hino RKT nya menyerah, dan akhirnya balik kanan menuju jeep untuk beristirahat, sementara Zemy sudah hampir mencapai kawah. Akhirnya aku, Rama, Dessy, Tantri dan Miranti melipir melalui jalur di pinggir tangga hingga sampailah kita semua di bibir kawah. Sempitnya area dan ramainya orang membuat kami tak berlama-lama disana dan memutuskan turun kembali. Ditengah perjalanan turun, Tantri merasa hp nya jatuh. Akhirnya diikhlaskanlah hp tersebut. Hehehe.

DSC_4441

Hino RKT storing

Hino RKT storing

DSC_4440

Rama in action

Rama in action

Mini 5cm

Mini 5cm

ngantri

ngantri

kawah bromo

kawah bromo

DSC_4447

Selepas kawah, kami menuju ke bukit Teletubbies. Dengan mengikuti rombongan Mitsubishi Strada akhirnya sampailah kami di gundukan bukit nan hijau, seperti rumah Teletubbies.

Bukit Teletubbies

Bukit Teletubbies

Full Team

Full Team

Full Team 3

Full Team 2

Full Team 2Full Team 3

Kamipun tak berlama-lama disini dan segera menuju destinasi akhir, yaitu Pasir Berbisik. Sekitar setengah jam disana, kembalilah kami ke homestay.

DSC_4461

DSC_4469

Pukul 11 kamipun sampai di homestay. Sebagian rombongan menuju ke air terjun Madakaripura, namun penumpang jeep 3 tidak ikut semua karena kami mayoritas dikejar waktu. Setelah bersih-bersih akhirnya pukul 12 kami berpamitan dengan bu Subur, pemilik homestay yang sangat ramah itu.

depan homestay

depan homestay

Pura didepan homestay

Pura didepan homestay

with Bu Subur

with Bu Subur

Ternyata di pertigaan sudah ada sebuah Mitsubishi Colt 100 PS bertujuan Probolinggo yang nongkrong disana. Kamipun naik ini. Ditengah menunggu, iseng Tantri menghubungi nomor di hp nya yang hilang tadi. Dan…. ternyata nyambung, kebetulan juga yang menemukan anak Jakarta pula. Alhamdulillah..

Setengah jam menunggu, akhirnya Bison ini berangkat menuju Probolinggo dengan sepasang bule menjadi penumpang terakhir. Satu setengah jam kemudian merapatlah kami di terminal Bayuangga Probolinggo. Setelah beristirahat sejenak, naiklah kami kedalam bus Akas berchasis Hino RG jurusan Banyuwangi-Madura. Disini Irwan tak mendapatkan buruannya, Mercy lawas. Hehehe… Jam 3 sore bus berbaju travego lawas ini berangkat. Lumayan nyaman juga ternyata, karena jarak bangku yang lebar. Terus melaju dengan kecepatan lumayan ngebut,akhirnya 2 jam kemudian kami sampai di Bungurasih. Disini kembali kami berpisah dengan orang-orang yang sudah seperti lama kami saling kenal, Miranti langsung menaiki Damri menuju ke bandara, Tantri dan Dessy akan perpal sehari lagi di Surabaya. Rama sudah mendapatkan tiket Handoyo seharga 170 ribu tujuan Pekalongan (wah kena calo nih), sementara aku dan Irwan masih menunggu bus Patas yang bertujuan ke kota kelahiranku. Sebenarnya di jalur Patas tersedia Widji dan Eka, namun Irwan malas menaiki Eka karena trauma akan jalur tengah hahahaha. Sementara Widji tidak dipilih karena bermesin depan. Lama menunggu, akhirnya jam 17.45 masuklah Jaya Utama Galaxy, L 7046 UW berchasis Hino RG. Seperti dugaanku, benarlah jika bus ini menanamkan jok ber merk Hai yang membuat leher capek. Kemudian jam 18.30 bus berangkat menuju Semarang dengan kecepatan sedang, hingga pasukan truk pun dengan mudahnya mengasapi si biru ini.

DSC_4479

Terbangun ketika bus berhenti, ternyata di rumah makan. Kulihat jam 21.00. akupun turun dan menukarkan kupon makan dengan nasi rawon dan segelas teh hangat. Lumayan juga rasanya. Setengah jam beristirahat, kembali bus diberangkatkan. Belum lama menginjak aspal terlihat sorot lampu led biru dari sebelah kanan. Sesosok bus hijau N 7671 UG bergambar panda mendahului Hino RG ini. Blaiks……. jika saja tau, lebih baik naik si ijo AC tarip biasa itu saja daripada naik keong stroke ini, bahkan info dari Irwan tadi sempat bertemu dengan si Ijo silver ekonomi ber tagline ‘Setitik Harapanku’ di kaca belakang. Nah lho, tidak salah lagi bus itu yang sering aku naiki jika pulang ke Pati, Sinar Mandiri N 7729 UG.

Kulanjutkan tidur yang tak nyenyak itu dengan perasaan agak dongkol karena berondongan asap kendaraan lain.

23.00 Lasem

00.45 mengisi solar di sebuah SPBU Damnshit City

Dan akhirnya jam 01.30 aku sampai di pojokan Terminal Terboyo, Semarang.

Kuambil motor di parkiran RSI Sultan Agung, untuk kemudian pukul 02.00 aku telah sampai di kamar kost lagi. Alhamdulillah….

(Besoknya di tempat kerja, kurasakan leher ini pegal-pegal akibat posisi tidur yang tak nyaman diatas jok Hai si keong biru).

Rincian biaya:

Bus Sugeng Rahayu Semarang-Surabaya                               Rp. 46,000

Sarapan di Bungurasih                                                                  Rp. 10,500

Bus Patas Surabaya-Probolinggo PP                                        Rp. 54,000

Bison Probolinggo-Bromo PP                                                     Rp. 65,000

Homestay Bu Subur                                                                       Rp. 77,000

Tiket masuk Bromo                                                                        Rp. 12,500

Jeep                                                                                                      Rp. 135,000

Bus Patas Jaya Utama Surabaya-Semarang                           Rp. 85,000

Total                                                                                                     Rp. 485,000

2 komentar

  1. yudi amartina · · Balas

    Halo.. Saya tertarik bgt sama cerita Anda. Nanya dong, itu penginapan udah book dulu atau nyari random? Cara book jeep-nya gimana yah? Terus, misalnya saya cuma ber-4 gitu bakal lebih mahal ga ya? Atau ntar bakal dpt temen mendadak seperti waktu Anda menuju Probolinggo?
    Hehehe makasih 😀

    Suka

    1. Itu penginapan sama jeep kayaknya langsung mendadak.hehehe.
      Kalo teman2 itu ngumpulinnya dari forum backpacker dan fb.

      Suka

Tinggalkan komentar