Sabtu pagi 31 Agustus 2013
Kutinggalkan kamar kost ketika jarum jam dinding menujukkan pukul 7.35. Selembar kertas berwarna biru kutukar dengan cairan minyak beroktan 92 sebagai asupan tunggangan berkekuatan 14.88 tenaga kuda ini.
Berdasarkan GPS dari temanku sebelumnya, aku disarankan melalui rute Semarang-Bandungan-Sumowono-Kaloran-Ngadirejo-Tambi-Dieng. Maka dengan pede kususuri jalanan tak rata dan menanjak yang membentang antara jembatan besi Sampangan hingga Ungaran, terus melaju menuju Bandungan. Dari sini kurasakan tungganganku terasa berat ketika menanjak. Aku baru ingat bahwasanya hal itu dikarenakan akibat rasio gear yang tidak seimbang. Masa bodoh dengan itu, akupun harus pintar mengatur gas agar tak kehabisan tenaga ketika menanjak. Akhirnya dengan perlahan-lahan akupun mencapai Pasar Sumowono. Berbelok ke kiri arah Temanggung, terus kususuri jalur yang sudah mulus ini. Tersadar jika aku baru dua kali melewati jalur ini, terakhir kali aku melewatinya di tahun 2007 lalu.
Kombinasi tanjakan, turunan, tikungan tajam ditambah dengan segarnya udara pegunungan dan hijaunya alam seakan kompak menemani perjalanan santai pagi itu, hingga aku mencapai Pasar Kaloran, Temanggung. Kuikuti arah menuju Ngadirejo bersama rombongan tiga bikers masing-masing dua diantaranya bernopol Batang, dan satu lagi berplat AE dengan ransel besar di punggungnya. Aku menduga pastilah ketiga motor ini akan menuju Dieng juga.
Tampaknya ketiga motor ini pun jalannya santai saja, hingga selepas Ngadirejo mereka berada di belakangku. Kawasan Jumprit pun telah kulewati. Jalan berkelok-kelok dan menanajak terjal pun seakan tak ada habisnya. Namun pemandangan di kanan kiri terlihat sangat memukau.
Deretan pegunungan nan hijau dan Gunung Sindoro di sebelah kiri seakan mengucapkan selamat datang bagi siapapun yang melewatinya. Namun jalanan yang mulai sedikit rusak terasa agak mengganggu. Bahkan di sebuah tanjakan yang cukup terjal mesin ini mati gara-gara di depan ada sebuah truk ber plat H-E yang mendadak berhenti (memang kendaraan plat itu sangat menjengkelkan dimanapun tempatnya).
Tak terasa tibalah di perkebunan teh Tambi, masuk wilayah Wonosobo. Disini aku sempat beristirahat di sebuah warung, nasi bungkus, teh hangat dan gorengan porsi jumbo hanya ditebus dengan mahar 4500 saja. So cheap…
Setengah jam beristirahat kembali kulajukan kendaraan berkapasitas 150cc ini membelah perbukitan. Hingga tak terasa ku sudah memasuki jalan raya. Kupacu terus si putih ini menapaki jalanan berkelok serta tanjakan demi tanjakan didepan. Tak lama kemudian terlihat gerbang Dieng Plateu pertanda kita telah memasuki kawasan wisata Dieng. Terus kuikuti permadani aspal ini hingga akhirnya mentok di pertigaan. Kuambil arah kiri mengikuti petunjuk jalan, dan sampailah aku di tempat pembelian tiket. Kuambil satu tiket terusan seharga 18.000 rupiah, yang nantinyaakan dapat digunakan untuk memasuki Telaga Warna, Kawah Sikidang, Dieng Plateau Theater serta Candi Arjuna. Dari tempat tersebut ke Telaga Warna ternyata sangat dekat, dan akhirnya pukul 11.30 kumulai mengeksplor Telaga Warna dan Telaga Pengilon ini.
Puas berkeliling telaga yang berwarna hijau tersebut, kujalankan ritual wajib shalat dhuhur, untuk selanjutnya menuju ke Kawah Sikidang. Bagi teman-teman yang berwisata kesini tak perlukhawatir nyasar, karena petunjuk jalannya sangat jelas dan jaraknya pun tak begitu jauh. Pukul 13.30 sampailah di Kawah Sikidang. Cuaca siang itu sangat terik sekali. Dari parkiran menuju kawah masih berjalan sekitar 200 meter. Lumayan ramai juga siang itu meskipun cuaca sangat terik.
Dirasa cukup menikmati keindahan Kawah Sikidang, kuarahkan kembali motor menuju Dieng Plateau Theater. Dari sini kita dapat melihat Kawah Sikidang dari kejauhan serta pipa-pipa raksasa milik PT. Geodipa Energi, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Selesai menonton film di Dieng Plateau, kuikuti sekelompok orang yang berjalan menuju bukit di belakang. Ternyata dari tempat kita bisa melihat Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari atas.
Dari sini perjalanan pun dilanjutkan kembali. Aku tak tahu harus kearah mana untuk mencapai Sikunir. Dari Dieng Plateau aku kembali turun, sesampainya di pertigaan kuambil arah kiri. Terus mengikuti jalan, hingga akhirnya aku sampai di Desa Tertinggi Pulau Jawa, alias Desa Sembungan. Dan yang membuatku surprise, ternyata Bukit Sikunir dekat dengan tempat ini. Mantappp…
Setelah berkeliling hingga Telaga Cebong, akhirnya aku mendapatkan homestay dengan harga 150 ribu per kamar, termasuk makan malam dan sarapan. Namun akhirnya yang aku dapatkan adalah 150 ribu untuk dua kamar. Hehehe.
Baru saja beristirahat, tiba-tiba terdengar adzan. Kulihat masih pukul 16.30. Ternyata disana adzan Ashar memang jam segitu. Aneh ya.
Minggu, 1 September 2013
03.15
Terbangun karena alarm yang berbunyi, segera ku bangun, mencuci muka. Brrrrr…. dingin sekali airnya.
Di luar terdengar ramai suara kendaraan dari semalam. Kuduga pasti mereka juga akan ke Sikunir. Dan benar saja, kuikuti iring-iringan kendaraan tersebut menuju ke suatu lapangan yang ternyata adalah tempat perkir untuk menuju puncak Bukit Sikunir. Dari sini masih harus berjalan sekitar satu kilometer lagi untuk menuju puncak Bukit Sikunir. Sialnya aku tak membawa senter, hanya mengandalkan cahaya bulan dan senter dari HP. Menapaki jalur ini kuteringat akan track di Puncak 29 serta Gunung Lawu. Setelah 20 menit berjalan, benar saja dugaanku. Ramai sekali di puncak. Sementara di ufuk timur terlihat Gunung Sindoro, Sumbing dan Merbabu berlatar belakang gradasi merah.
Dan akhirnya momen yang dinanti-nanti pun datang, sunrise. Puluhan bahkan ratusan lensa kamera mengarah ke satu objek berwarna keemasan. Subhanallah… Amazing….
Puas berada di puncak, pukul 7 lebih akupun kembali turun menuju homestay. Mau mandi tapi airnya dingin sekali. Akhirnya pukul 8.30 akupun meninggalkan homestay. Tujuan selanjutnya adalah kompleks Candi Arjuna. Pertama kumenuju Candi Gatotkaca. Sempat heran karena setauku Candi Arjuna itu ada beberapa candi dalam satu kompleks. Tak puas, akhirnya aku pun meninggalkan tempat tersebut, dan ternyata kompleks Candi Arjuna itu sendiri masuknya dari depan Indomaret yang terdapat di jalur menuju Pekalongan.
Sekitar 1 jam disitu, akupun beranjak pulang menuju ke Semarang. Sempat mampir di Pasar Kejajar untuk mencicipi mie ongklok, dan ternyata memang ueenaaakkk tenaannn…. just 9.500 rupiah.
Perjalanan pulang pun melalui jalan yang sama ketika berangkat, sempat salah jalan hingga sampai di desa Rawaseneng, Kandangan, Temanggung. Kubuka GPS, ternyata ada jalan tembus menuju jalan raya Sumowono. Setelah bertanya kepada penduduk sekitar, dengan mantap kulewati jalanan menanjak yang kondisinya super duper hancur,hingga akhirnya aku mencapai jalan raya Sumowono.
Sempat terjadi insiden rem belakangku patah ketika sampai di pertigaan Candi Gedong Songo. Untunglah tak jauh dari situ terdapat bengkel. Alhamdulillah… selamatlah kami.
Perjalanan kali ini kuakhiri pukul 15.30 dengan mendarat di kos-kosan.
sukaa sunrise nyaa…new day new hope… :p
SukaSuka